BULETIN VOL.01
DPR
Kejar Tayang: Sahkan RUU P3,
Muluskan
Peraturan Problematik
Proses perjalanan UU
Cipta Kerja yang digencarkan pemerintah memantik banyak kritik publik.
Pasalnya, undang-undang ini dinilai tidak adil bagi kaum buruh atau pekerja.
Pada 25 November lalu, MK
menyatakan undang-undang ini inkonstitusional bersyarat karena cacat prosedur.
MK memberi kesempatan DPR untuk melakukan revisi dalam jangka waktu 2 tahun
sejak putusan. Namun, revisi tersebut masih jauh dari kata sesuai dengan ekspektasi
publik karena minimnya aspek keterbukaan dan proses revisi yang terlalu
terburu-buru.
Mengulik
Penyebab Kontroversi UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menjadi
salah satu sasaran metode penggabungan atau omnibus law. Metode ini ditujukan
untuk menyelesaikan masalah tumpang tindihnya regulasi dan birokrasi dalam
investasi. Namun, pada kenyataanya isi undang-undang ini mengecewakan kalangan
buruh/pekerja.
Beberapa pembahasan
kontroversial yang tercantum dalam undang undang ini antara lain:
·
Penghapusan Upah Minimum Kota/Kabupaten
·
Jam Lembur lebih lama
·
Kontrak Seumur Hidup
·
Pemutusan Hubungan Kerja Sewaktu waktu
·
Pemotongan Waktu Istirahat
·
Mempermudah Perekrutan TKA
DPR untuk Rakyat?
Kekecewaan terhadap
pembentukan omnibus law tentang UU Cipta kerja mengakibatkan krisis kepercayaan
rakyat terhadap DPR. Dewan yang dianggap sebagai perwakilan rakyat malah
cenderung memihak TKA dan kalangan atas. UU Cipta Kerja berkedok penyederhanaan
regulasi investasi berdampak pula pada beberapa aspek, salah satunya pelemahan
amdal.
Banyak pasal penting
dalam UU No. 32 Tahun 2009 atau UU Cipta Kerja yang dihapus tanpa dimasukkan
kembali esensinya. Misalnya, pada pasal mengenai amdal. Dalam dokumen amdal,
masyarakat yang sarannya akan dimasukan terbatas pada masyarakat yang terkena
dampak. Proses penyusunan yang awalnya melibatkan masyarakat berkepentingan dan
pemerhati lingkungan hidup tidak lagi diikutsertakan dalam proses menyusun
Amdal. Parahnya, UU Ciptaker tidak mengatur secara pasti apakah ada prosedur
keberatan atas Amdal tersebut. Proses pengujian Amdal pada UU Ciptaker ini juga
sangat terbatas dan bahkan dapat dikatakan tidak lagi melibatkan masyarakat
dalam proses pengujiannya.
Pada revisi kedua UU
Cipta Kerja yang disahkan tanggal 24 Mei 2022, DPR masih belum menunjukkan
kesungguhannya. Forum aspirasi di kanal-kanal media sosial hanya terlihat
sebagai formalitas belaka. Pembahasan yang dilakukan masih belum dilakukan
secara komprehensif sesuai ekspektasi rakyat.
Revisi yang diamanatkan
MK bukan ditujukan untuk sekadar mendapat legitimasi prosedural. Akan tetapi,
material substansial yang saling menguntungkan untuk dunia usaha, maupun
ketenagakerjaan, dan lainnya yang terdampak.
Rekomendasi
1.
Penegasan partisipasi publik yang bermakna
dengan metode "Considered and explained".
2.
Menghindari pembentukan peraturan delegasi
(rule making power) karena sesuai dengan tujuan awal yaitu simplifikasi.
3.
Pembahasan ulang secara material-
substansial serta transparan hingga terbentuk peraturan perundang-undangan yang
saling menguntungkan berbagai pihak.
Referensi
CNN Indonesia. 2022. “19
Poin Perubahan RUU PPP, Tambah Pasal Atur Metode Omnibus Law.”
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220525200405-32-801273/19-poin-perubahan-ruu-ppp-tambah-pasal-atur-metode-omnibus-law.
Hakim, Arief R. 2022. “UU
PPP Disahkan, Buruh Demo Besar-besaran 8 Juni 2022.” Liputan6.com.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4970992/uu-ppp-disahkan-buruh-demo-besar-besaran-8-juni-2022.
Medellu, Sabda S.,
Zefanya Sembiring, Syaharani, and Audi G. Baihaqie. 2020. “Amdal yang
Kehilangan Jiwa: Kritik Atas Pengaturan Amdal pada UU Cipta Kerja.” (December),
299-230.
Muqsith, Munadhil A.
2020. “UU Omnibus Law yang Kontroversial.” 'Adalah, (November).
Utomo, Nugroho W. 2022.
“Pengesahan Revisi UU P3 Tidak Melibatkan Partisipasi Publik, Peneliti:
Pemerintah dan DPR Pro Aktif.” Suara Merdeka.
https://www.suaramerdeka.com/nasional/pr-043466320/pengesahan-revisi-uu-p3-tidak-melibatkan-partisipasi-publik-peneliti-pemerintah-dan-dpr-pro-aktif?page=4
Komentar
Posting Komentar